Jumat, 19 Oktober 2012

TUGAS ETIKA PROFESI AKUNTANSI MINGGU KE III DAN KE IV.


1.      Carilah kode etik akuntan public! Jelaskan!
Setiap bidang profesi tentunya harus memiliki aturan-aturan khusus atau lebih dikenal dengan istilah “Kode Etik Profesi”. Dalam bidang akuntansi sendiri, salah satu profesi yang ada yaitu Akuntan Publik. Sebenarnya selama ini belum ada aturan baku yang membahas mengenai kode etik untuk profesi Akuntan Publik. Namun demikian, baru-baru ini salah satu badan yang memiliki fungsi untuk menyusun dan mengembangkan standar profesi dan kode etik profesi akuntan publik yang berkualitas dengan mengacu pada standar internasional yaitu Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) telah mengembangkan dan menetapkan suatu standar profesi dan kode etik profesi yang berkualitas yang berlaku bagi profesi akuntan publik di Indonesia.

Kode Etik Profesi Akuntan Publik (Kode Etik) ini terdiri dari dua bagian, yaitu Bagian A dan Bagian B. Bagian A dari Kode Etik ini menetapkan prinsip dasar etika profesi dan memberikan kerangka konseptual untuk penerapan prinsip tersebut. Bagian B dari Kode Etik ini memberikan ilustrasi mengenai penerapan kerangka konseptual tersebut pada situasi tertentu.
Kode Etik ini menetapkan prinsip dasar dan aturan etika profesi yang harus diterapkan oleh setiap individu dalam kantor akuntan publik (KAP) atau Jaringan KAP, baik yang merupakan anggota IAPI maupun yang bukan merupakan anggota IAPI, yang memberikan jasa profesional yang meliputi jasa assurance dan jasa selain assurance seperti yang tercantum dalam standar profesi dan kode etik profesi. Untuk tujuan Kode Etik ini, individu tersebut di atas selanjutnya disebut ”Praktisi”. Anggota IAPI yang tidak berada dalam KAP atau Jaringan KAP dan tidak memberikan jasa profesional seperti tersebut di atas tetap harus mematuhi dan menerapkan Bagian A dari Kode Etik ini. Suatu KAP atau Jaringan KAP tidak boleh menetapkan kode etik profesi dengan ketentuan yang lebih ringan daripada ketentuan yang diatur dalam Kode Etik ini.
Setiap Praktisi wajib mematuhi dan menerapkan seluruh prinsip dasar dan aturan etika profesi yang diatur dalam Kode Etik ini, kecuali bila prinsip dasar dan aturan etika profesi yang diatur oleh perundang-undangan, ketentuan hukum, atau peraturan lainnya yang berlaku ternyata berbeda dari Kode Etik ini. Dalam kondisi tersebut, seluruh prinsip dasar dan aturan etika profesi yang diatur dalam perundang-undangan, ketentuan hukum, atau peraturan lainnya yang berlaku tersebut wajib dipatuhi, selain tetap mematuhi prinsip dasar dan aturan etika profesi lainnya yang diatur dalam Kode Etik ini.

2.      Apa yang dimaksud dengan:
a.       kredibilitas
Jawab:
Kredibilitas adalah kualitas, kapabilitas, atau kekuatan untuk menimbulkan kepercayaan. Aplikasi umum yang sah dari istilah kredibilitas berkaitan dengan kesaksian dari seseorang atau suatu lembaga selama persidangan. Kesaksian haruslah kompeten  dan kredibel apabila ingin diterima sebagai bukti dari sebuah isu yang diperdebatkan.Kredibilitas dari saksi atau pihak tergantung kepada kemampuan hakim atau juri (di negara yang menggunakan sistem juri) untuk mempercayai dan menyakini apa yang ia katakan, dan terkait dengan akurasi dari kesaksiannya sendiri terhadap logika, kebenarannya, dan kejujuran. Kredibilitas pribadi tergantung pada kualitas dari seseorang yang akan mengarahkan juri untuk percaya atau tidak percaya kepada apa yang ia katakan.
b.      Profesionalisme
Jawab:
Profesionalisme adalah Dalam Kamus Kata-Kata Serapan Asing Dalam Bahasa Indonesia, karangan J.S. Badudu (2003), definisi profesionalisme adalah mutu, kualitas, dan tindak tanduk yang merupakan ciri suatu profesi atau ciri orang yang profesional. Sementara kata profesional sendiri berarti: bersifat profesi, memiliki keahlian dan keterampilan karena pendidikan dan latihan, beroleh bayaran karena keahliannya itu.
Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa profesionalisme memiliki dua criteria pokok, yaitu keahlian dan pendapatan (bayaran). Kedua hal itu merupakan satu kesatuan yang saling berhubungan. Artinya seseorang dapat dikatakan memiliki profesionalisme manakala memiliki dua hal pokok tersebut, yaitu keahlian (kompetensi) yang layak sesuai bidang tugasnya dan pendapatan yang layak sesuai kebutuhan hidupnya.
c.       Skeptisme
Jawab :
Skeptisme adalah Menurut kamus besar bahasa indonesia skep-tis yaitu kurang percaya, ragu-ragu (terhadap keberhasilan ajaran dsb): contohnya; penderitaan dan pengalaman menjadikan orang bersifat sinis dan skeptis. Sedangkan skeptis-isme adalah aliran (paham) yang memandang sesuatu selalu tidak pasti (meragukan, mencurigakan) contohnya; kesulitan itu telah banyak menimbulkan skeptis-isme terhadap kesanggupan dalam menanggapi gejolak hubungan internasional. Jadi secara umum skeptis-isme adalah ketidakpercayaan atau keraguan seseorang tentang sesuatu yang belum tentu kebenarannya.
Skeptisime sebagai sebuah pemahaman bisa dirunut dari yunani kuno. Pemahaman yang kira-kira secara gampangnya “tidak ada yang bisa kita ketahui”, “Tidak ada yang pasti” “Saya ragu-ragu.” sebuah pernyataan yang akan diprotes karena memiliki paradoks. Jika memang tidak ada yang bisa diketahui, darimana kamu mengetahuinya. Jika memang tidak ada yang pasti, perkataan itu sendiri sesuatu kepastian. Setidaknya dia yakin kalau dirinya ragu-ragu
d.      Konservatisme
Jawab:
Konservatisme adalah Watts (2003) mendefinisikan konservatisme sebagai perbedaan verifiabilitas yang diminta untuk pengakuan laba dibandingkan rugi. Watts juga menyatakan bahwa konservatisme akuntansi muncul dari insentif yang berkaitan dengan biaya kontrak, litigasi, pajak, dan politik yang bermanfaat bagi perusahaan untuk mengurangi biaya keagenan dan mengurangi pembayaran yang berlebihan kepada pihak – pihak seperti manajer, pemegang saham, pengadilan dan pemerintah. Selain itu, konservatisma juga menyebabkan understatement terhadap laba dalam periode kini yang dapat mengarahkan pada overstatement terhadap laba pada periode – periode berikutnya, sebagai akibat understatement terhadap biaya pada periode tersebut.


TUGAS ETIKA PROFESI AKUNTAN /HELSITA MIKA P.L/21209824/4EB17/TENTANG KASUS BRIBERY


Jelaskan apakah bribery merupakan suatu tindakan yang tidak etis?dengan memberikan sebuah contoh kasus!
Bribery adalah praktek dimana seseorang yang dapat mengambil keputusan atau tindakan atas nama orang lain berdasarkan otoritasnya atau posisi dipengaruhi dengan membayar atau menawarkan manfaat moneter untuk mempengaruhi dia untuk mengambil tindakan atau keputusan yang dia tidak akan dilakukan sebaliknya. (http://id.wikipedia.org/wiki/Bribery).
Atau dengan kata lain merupakan istilah yang dituangkan dalam undang-undang sebagai suatu hadiah atau janji (giften/beloften) yang diberikan atau diterima meliputi penyuapan aktif dan penyuapan pasif. (http://www.bintorolawfirm.com/the-news/116-suap-menyuap.html).
KASUS
Mencermati kasus suap menyuap yang melibatkan anggota KPPU M. Iqbal
dan Presdir First Media Billy Sindoro dapat membuka mata kita bahwa
begitu kotornya etika bisnis di Indonesia. Jika etika bisnis seperti
itu masih dipertahankan maka jangan harap korupsi dapat hilang dari
negara kita. Oleh karena itu, jangan ada lagi pengusaha-pengusaha di
Indonesia yang memiliki etika bisnis seperti Lippo.
Lippo Group yang dikenal sebagai perusahaan besar di Indonesia saja
ternyata memiliki etika bisnis yang sangat buruk. Dengan kasus Suap
KPPU sangat jelas telihat bahwa Billy Sindoro (tangan kanan Bos Lippo
Group) menyuap M. Iqbal untuk mempengaruhi putusan KPPU dalam kasus
dugaan monopoli Siaran Liga Inggris. Lippo ingin Astro Malaysia  tetap
menyalurkan content ke PT Direct Vision (operator Astro Nusantara)
meski Astro Malaysia tengah bersiteru dengan Lippo Group. Jika
Investor Asing seperti Astro Malaysia diperlakukan seperti itu maka
tidak akan ada lagi investor asing yang mau masuk ke Indonesia.
Akibatnya,  perekonomian Indonesia akan semakin buruk dan akan terjadi
krismon entah yang ke berapa kalinya, apalagi dalam berita hari ini BI
rate naik dari 0,25 %  menjadi 9,5 %….
Surat Kabar Sinar Harapan tahun 2003 pernah membuat artikel dengan
judul Bank Lippo dan Bayang-bayang “The Riady Family”.  Dalam artikel
tersebut dijelaskan bahwa keluarga Riady, pemilik Group Lippo juga
pernah tersandung masalah yaitu mereka merekayasa laporan keuangan
Bank Lippo. Seperti yang dikutip dari SK Sinar Harapan, “Kasus Bank
Lippo kali ini bermula dari terjadinya perbedaan laporan keuangan
kuartal III Bank Lippo, antara yang dipublikasikan di media massa dan
yang dilaporkan ke Bursa Efek Jakarta (BEJ). Dalam laporan yang
dipublikasikan melalui media cetak pada 28 November 2002 disebutkan
total aktiva perusahaan sebesar Rp 24 triliun dengan laba bersih Rp 98
miliar. Sementara dalam laporan ke BEJ tanggal 27 Desember 2002, total
aktiva berkurang menjadi Rp 22,8 triliun dan rugi bersih (yang belum
diaudit) menjadi Rp 1,3 triliun.”
Dalam artikel tersebut dikatakan bahwa rekayasa laporan keuangan
dilakukan keluarga Riady karena mereka memiliki agenda terselubung
yaitu untuk kembali menguasai kepemilikan Bank Lippo.Rekayasa laporan
keuangan tersebut dilakukan dengan cara melaporkan kerugian yang tidak
tejadi, kerugian bank itu direkayasa melalui 2 cara yakni menurunkan
nilai aset melalui valuasi yang dirancang sangat merugikan bank dan
transfer aset kepada pihak terkait untuk menciptakan kerugian di pihak
bank, tetapi menguntungkan pemilik lama.
Seperti yang dikutip dari SK Sinar Harapan bahwa Lippo Goup juga
memiliki trik licik dalm bisnis yaitu dengan melakukan goreng saham.
Dalam artikel SK Sinar harapan dikatakan bahwa ” Selain penurunan
nilai aset yang tidak rasional, manajemen Lippo juga merekayasa secara
sistematis untuk menurunkan harga saham Bank Lippo di BEJ dengan cara
“menggorengnya”. Akibatnya, harga saham turun drastis dari Rp 540 di
bulan Agustus 2002 menjadi Rp 230 pada Februari 2003 (turun 50 persen
lebih). “
Cara “goreng saham”  dilakukan keluarga Riady untuk memperbesar
kepemilikan saham dari pemilik lama melalui right issue yang
dipaksakan dalam harga pasar sangat rendah karena mereka mengetahui
pemerintah tidak bersedia membeli saham right issue (rekapitalisasi
kedua) karena bertentangan dengan UU Propenas. Saham pemerintah
menjadi terdilusi, sehingga kepemilikan keluarga Riady menjadi dominan
kembali hanya dengan dana yang kecil.
Sepak Terjang bisnis keluarga Riady ternyata juga hingga Amerika
Serikat, menurut artikel yang dimuat Majalah Fortune pada 23 Juli 2001
bahwa  James T Riady, bos Lippo Group membiayai dana kampanye Bill
Clinton yang saat itu mencalonkan diri sebagai Presiden AS. Hal
tersebut dilakukan agar keluarga Riady memiliki pengaruh di AS agar
bisnisnya bisa lebih berkembang.
Melihat seperti itu maka sudah sepatutnya etika bisnis Indonesia harus
diperbaiki jika kita menginginkan ekonomi Indonesia tidak terpuruk.
Cara Suap-menyuap, korupsi juga harus dihilangkan dalam negara Indonesia.

Jumat, 12 Oktober 2012

TUGAS ETIKA PROFESI AKUNTANSI MINGGU II



Kasus I
Kasus pelanggaran Standar Profesional Akuntan Publik kembali muncul. Menteri Keuangan pun memberi sanksi pembekuan. Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati membekukan izin Akuntan Publik (AP) Drs. Petrus Mitra Winata dari Kantor Akuntan Publik (KAP) Drs. Mitra Winata dan Rekan selama dua tahun, terhitung sejak 15 Maret 2007. Kepala Biro Hubungan Masyarakat Departemen Keuangan Samsuar Said dalam siaran pers yang diterima Hukumonline, Selasa (27/3), menjelaskan sanksi pembekuan izin diberikan karena akuntan publik tersebut melakukan pelanggaran terhadap Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP).
Pelanggaran itu berkaitan dengan pelaksanaan audit atas Laporan Keuangan PT Muzatek Jaya tahun buku berakhir 31 Desember 2004 yang dilakukan oleh Petrus. Selain itu, Petrus juga telah melakukan pelanggaran atas pembatasan penugasan audit umum dengan melakukan audit umum atas laporan keuangan PT Muzatek Jaya, PT Luhur Artha Kencana dan Apartemen Nuansa Hijau sejak tahun buku 2001 sampai dengan 2004.
Selama izinnya dibekukan, Petrus dilarang memberikan jasa atestasi termasuk audit umum, review, audit kinerja dan audit khusus. Yang bersangkutan juga dilarang menjadi pemimpin rekan atau pemimpin cabang KAP, namun dia tetap bertanggungjawab atas jasa-jasa yang telah diberikan, serta wajib memenuhi ketentuan mengikuti Pendidikan Profesional Berkelanjutan (PPL). Pembekuan izin oleh Menkeu tersebut sesuai dengan Keputusan Menkeu Nomor 423/KMK.06/2002 tentang Jasa Akuntan Publik sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menkeu Nomor 359/KMK.06/2003.
Pembekuan izin yang dilakukan oleh Menkeu ini merupakan yang kesekian kalinya. Pada 4 Januari 2007, Menkeu membekukan izin Akuntan Publik (AP) Djoko Sutardjo dari Kantor Akuntan Publik Hertanto, Djoko, Ikah & Sutrisno selama 18 bulan. Djoko dinilai Menkeu telah melakukan pelanggaran atas pembatasan penugasan audit dengan hanya melakukan audit umum atas laporan keuangan PT Myoh Technology Tbk (MYOH). Penugasan ini dilakukan secara berturut-turut sejak tahun buku 2002 hingga 2005.
Sebelumnya, di bulan November tahun lalu, Depkeu juga melakukan pembekuan izin terhadap Akuntan Publik Justinus Aditya Sidharta. Dalam kasus ini, Justinus terbukti telah melakukan pelanggaran terhadap SPAP berkaitan dengan Laporan Audit atas Laporan Keuangan Konsolidasi PT Great River International Tbk (Great River) tahun 2003.
Kasus Great River sendiri mencuat ke publik seiring terjadinya gagal bayar obligasi yang diterbitkan perusahaan produsen pakaian tersebut. Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) mengindikasikan terjadi praktik overstatement (pernyataan berlebihan) penyusunan laporan keuangan yang melibatkan auditor independen, yakni akuntan publik Justinus Aditya Sidharta.
Analisa kasus :
Pelanggaran dalam kasus ini berkaitan dengan pelaksanaan audit atas Laporan Keuangan PT Muzatek Jaya tahun buku berakhir 31 Desember 2004 yang dilakukan oleh Petrus. Selain itu, Petrus juga telah melakukan pelanggaran atas pembatasan penugasan audit umum dengan melakukan audit umum atas laporan keuangan PT Muzatek Jaya, PT Luhur Artha Kencana dan Apartemen Nuansa Hijau sejak tahun buku 2001 sampai dengan 2004.
Komentar :
Sebagai seorang akuntan publik, Petrus seharusnya mematuhi Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) yang berlaku. Ketika memang dia harus melakukan jasa audit, maka audit yang dilakukan pun harus sesuai dengan Standar Auditing (SA) dalam SPAP. Begitu juga dengan kasus-kasus pembekuan izin terhadap akuntan publik yang lain dalam berita di atas.





Kasus II
Kasus KPMG-Siddharta Siddharta & Harsono yang diduga menyuap pajak
September tahun 2001, KPMG-Siddharta Siddharta & Harsono harus menanggung malu. Kantor akuntan publik ternama ini terbukti menyogok aparat pajak di Indonesia sebesar US$ 75 ribu. Sebagai siasat, diterbitkan faktur palsu untuk biaya jasa profesional KPMG yang harus dibayar kliennya PT Easman Christensen, anak perusahaan Baker Hughes Inc. yang tercatat di bursa New York. Berkat aksi sogok ini, kewajiban pajak Easman memang susut drastis. Dari semula US$ 3,2 juta menjadi hanya US$ 270 ribu. Namun, Penasihat Anti Suap Baker rupanya was-was dengan polah anak perusahaannya. Maka, ketimbang menanggung risiko lebih besar, Baker melaporkan secara suka rela kasus ini dan memecat eksekutifnya.
Badan pengawas pasar modal AS, Securities & Exchange Commission, menjeratnya dengan Foreign Corrupt Practices Act, undang-undang anti korupsi buat perusahaan Amerika di luar negeri. Akibatnya, hampir saja Baker dan KPMG terseret ke pengadilan distrik Texas. Namun, karena Baker mohon ampun, kasus ini akhirnya diselesaikan di luar pengadilan. KPMG pun terselamatan.
Komentar : Pada kasus ini KPMG melanggar prinsip intergitas dimana dia menyuap aparat pajak hanya untuk kepentingan kliennya, hal ini dapat dikatakan tidak jujur karena KPMG melakukan kecurangan dalam melaksanakan tugasnya sebagai akuntan publik sehingga KPMG juga melanggar prinsip objektif


TUGAS ETIKA PROFESI AKUNTANSI MINGGU II



Kasus I
Kasus pelanggaran Standar Profesional Akuntan Publik kembali muncul. Menteri Keuangan pun memberi sanksi pembekuan. Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati membekukan izin Akuntan Publik (AP) Drs. Petrus Mitra Winata dari Kantor Akuntan Publik (KAP) Drs. Mitra Winata dan Rekan selama dua tahun, terhitung sejak 15 Maret 2007. Kepala Biro Hubungan Masyarakat Departemen Keuangan Samsuar Said dalam siaran pers yang diterima Hukumonline, Selasa (27/3), menjelaskan sanksi pembekuan izin diberikan karena akuntan publik tersebut melakukan pelanggaran terhadap Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP).
Pelanggaran itu berkaitan dengan pelaksanaan audit atas Laporan Keuangan PT Muzatek Jaya tahun buku berakhir 31 Desember 2004 yang dilakukan oleh Petrus. Selain itu, Petrus juga telah melakukan pelanggaran atas pembatasan penugasan audit umum dengan melakukan audit umum atas laporan keuangan PT Muzatek Jaya, PT Luhur Artha Kencana dan Apartemen Nuansa Hijau sejak tahun buku 2001 sampai dengan 2004.
Selama izinnya dibekukan, Petrus dilarang memberikan jasa atestasi termasuk audit umum, review, audit kinerja dan audit khusus. Yang bersangkutan juga dilarang menjadi pemimpin rekan atau pemimpin cabang KAP, namun dia tetap bertanggungjawab atas jasa-jasa yang telah diberikan, serta wajib memenuhi ketentuan mengikuti Pendidikan Profesional Berkelanjutan (PPL). Pembekuan izin oleh Menkeu tersebut sesuai dengan Keputusan Menkeu Nomor 423/KMK.06/2002 tentang Jasa Akuntan Publik sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menkeu Nomor 359/KMK.06/2003.
Pembekuan izin yang dilakukan oleh Menkeu ini merupakan yang kesekian kalinya. Pada 4 Januari 2007, Menkeu membekukan izin Akuntan Publik (AP) Djoko Sutardjo dari Kantor Akuntan Publik Hertanto, Djoko, Ikah & Sutrisno selama 18 bulan. Djoko dinilai Menkeu telah melakukan pelanggaran atas pembatasan penugasan audit dengan hanya melakukan audit umum atas laporan keuangan PT Myoh Technology Tbk (MYOH). Penugasan ini dilakukan secara berturut-turut sejak tahun buku 2002 hingga 2005.
Sebelumnya, di bulan November tahun lalu, Depkeu juga melakukan pembekuan izin terhadap Akuntan Publik Justinus Aditya Sidharta. Dalam kasus ini, Justinus terbukti telah melakukan pelanggaran terhadap SPAP berkaitan dengan Laporan Audit atas Laporan Keuangan Konsolidasi PT Great River International Tbk (Great River) tahun 2003.
Kasus Great River sendiri mencuat ke publik seiring terjadinya gagal bayar obligasi yang diterbitkan perusahaan produsen pakaian tersebut. Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) mengindikasikan terjadi praktik overstatement (pernyataan berlebihan) penyusunan laporan keuangan yang melibatkan auditor independen, yakni akuntan publik Justinus Aditya Sidharta.
Analisa kasus :
Pelanggaran dalam kasus ini berkaitan dengan pelaksanaan audit atas Laporan Keuangan PT Muzatek Jaya tahun buku berakhir 31 Desember 2004 yang dilakukan oleh Petrus. Selain itu, Petrus juga telah melakukan pelanggaran atas pembatasan penugasan audit umum dengan melakukan audit umum atas laporan keuangan PT Muzatek Jaya, PT Luhur Artha Kencana dan Apartemen Nuansa Hijau sejak tahun buku 2001 sampai dengan 2004.
Komentar :
Sebagai seorang akuntan publik, Petrus seharusnya mematuhi Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) yang berlaku. Ketika memang dia harus melakukan jasa audit, maka audit yang dilakukan pun harus sesuai dengan Standar Auditing (SA) dalam SPAP. Begitu juga dengan kasus-kasus pembekuan izin terhadap akuntan publik yang lain dalam berita di atas.





Kasus II
Kasus KPMG-Siddharta Siddharta & Harsono yang diduga menyuap pajak
September tahun 2001, KPMG-Siddharta Siddharta & Harsono harus menanggung malu. Kantor akuntan publik ternama ini terbukti menyogok aparat pajak di Indonesia sebesar US$ 75 ribu. Sebagai siasat, diterbitkan faktur palsu untuk biaya jasa profesional KPMG yang harus dibayar kliennya PT Easman Christensen, anak perusahaan Baker Hughes Inc. yang tercatat di bursa New York. Berkat aksi sogok ini, kewajiban pajak Easman memang susut drastis. Dari semula US$ 3,2 juta menjadi hanya US$ 270 ribu. Namun, Penasihat Anti Suap Baker rupanya was-was dengan polah anak perusahaannya. Maka, ketimbang menanggung risiko lebih besar, Baker melaporkan secara suka rela kasus ini dan memecat eksekutifnya.
Badan pengawas pasar modal AS, Securities & Exchange Commission, menjeratnya dengan Foreign Corrupt Practices Act, undang-undang anti korupsi buat perusahaan Amerika di luar negeri. Akibatnya, hampir saja Baker dan KPMG terseret ke pengadilan distrik Texas. Namun, karena Baker mohon ampun, kasus ini akhirnya diselesaikan di luar pengadilan. KPMG pun terselamatan.
Komentar : Pada kasus ini KPMG melanggar prinsip intergitas dimana dia menyuap aparat pajak hanya untuk kepentingan kliennya, hal ini dapat dikatakan tidak jujur karena KPMG melakukan kecurangan dalam melaksanakan tugasnya sebagai akuntan publik sehingga KPMG juga melanggar prinsip objektif